Biaskah Seni Masa Kini?

Jejak Opini, Jejak Tulis

Memang dewasa ini seni telah banyak dikomodifikasi oleh budaya massa, khususnya stasiun televisi swasta yang sekarang telah menjadi kendali utama pembentukan budaya massa. Standarisasi kelayakan seni hingga penilaian nilai estetika seni hanya digantungkan kepada opini yang dilontarkan idola stasiun layar kaca. Seperti yang saya perhati akhir-akhir ini sebuah pregram pencarian bakat di stasiun televisi swasta yang disiarkan tiap akhir pekan.
Ketika kita berbicara kualitas seni, pantaslah penampil pada ajang tersebut tempatkan pada kelas bagus, bahkan lebih sebagai penikmat seni yang awam. Namun tahukah kita bahwa sebenarnya yang dicari oleh program acara ini bukanlah seorang seniman yang benar-benar berbakat. Lantas apa yang sebenarnya dibutuhkan stasiun televisi swasta tersebut memprakarsai program pencarian bakat tersebut? Jelas dan tentu saja hanya rating dan statistik pemirsa yang banyak. Sejurus kemudian beriringan dengan rating acara yang semakin tinggi, produsen iklan pun kian mengantri untuk mempresentasikan produknya ketika jeda program acara tersebut. Lalu dimanakah nilai seni itu sendiri? Layak-kah jika kemudian seni dijadikan alat pendulang rupiah dari orang yang bahkan tidak berkecimpung di dalam seni? Berkecimpung saja tidak, apalagi berkarya.
Masih hangat diingatan ketika program ini baru saja muncul dengan caption Season 1 (sekarang telah memasuki season 3). Saat itu sang jawara adalah sekelompok pengamen asal Surabaya yang benar-benar berbakat. Memang mereka-lah yang akhirnya menyelesaikan ajang tersebut dengan predikat juara. Namun kemana mereka sekarang? Mereka tidak bisa dijual. Apa saya keliru? Atau hanya saya yang berpresepsi seperti ini?
Sebagai seorang awam saya sudah skeptis sejak awal akan kelangsungan kelompok pengamen asala Surabaya ini; tanpa mengesampingkan musikalitas mereka tentunya. Tetapi dengan semua naskah dan skenario drama yang sedemikian rupa oleh program televisi tersebut, semisal mengangkat sisi kemiskinan dan kehidupan pribadi yang sulit dari kelompok pengamen, jelas mengangkat rasa iba penonton yang kemudian berbondong-bondong melakukan voting sms untuk mendukung mereka. Bukan mengapesiasi musik mereka melainkan hanya dukungan terhadap kehidupan mereka yang sulit. Dan mereka juara. Sesederhana itu namun tidak banyak jamaah penonton yang sadar.
Jelas hal tersebut jauh dari nilai-nilai seni. Mengutip sajak W.S. Rendra “apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan? Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan?”
Harusnya seni mampu menjadi tonggak perubahan bangsa. Tidak melulu persoalan politik yang makin amburadul saja. Mengingat jaman perang dulu, seni merupakan senjata penyuntik semangat bagi para patriot yang menumpahkan darah bagi bangsa. Kesenian punya segalanya dalam urusan peningkatan moral bangsa. Harusnya dengan lebih mengapresiasi estetika seni dengan mempertahankan hakekat seni itu sendiri, bangsa lebih bermartabat bukan hanya bualan semata.

Leave a comment